Seorang Muslim diperintahkan untuk mengubah kemungkaran dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sebuah hadits menjelaskan tahapan mengubah kemungkaran itu, sesuai kemampuannya.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman. (HR. Muslim)

Sesuai hadits tersebut, seorang mukmin wajib mengubah kemungkaran dengan tangannya. Jika ia mampu dengan tangannya, ia tak boleh turun ke tingkatan yang lain. Tangan yang dimaksud bukan tangan begitu saja, baik tangannya atau tangan orang lain. Tetapi maksudnya adalah dengan melakukan perubahan nyata, praktis dan segera.

Perubahan seperti itu bisa dilakukan dengan perencanaan yang terorganisir. Bisa dilakukan oleh pemimpin dengan kewenangannya. Misalnya pemimpin negara, pemimpin pemerintah baik pusat maupun daerah. Bisa pula dilakukan oleh seseorang jika kemungkaran itu dalam wilayah pengaruhnya. Misalnya seorang ayah terhadap anaknya.

Terkadang kemampuan mengubah sudah ada, tetapi bila dilakukan akan menimbulkan banyak permasalahan. Misalnya ada yang marah, ada yang merasa keberatan, atau ada yang tidak mentaatinya. Hal itu tidak menghapuskan kondisi "mampu" orang tersebut.

Rasulullah SAW bersabda :

مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِى هُمْ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَمْنَعُ لاَ يُغَيِّرُونَ إِلاَّ عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ

Setiap ada kaum yang mendapati kemaksiatan dilakukan, padahal mereka lebih kuat daripada orang yang melakukannya, tapi mereka tidak berusaha mengubah kemaksiatan tersebut, pasti Allah SWT akan meratakan siksa kepada mereka semua.
 (HR. Ibnu Majah)

Namun demikian, ada kondisi tertentu di mana, penggunaan lisan lebih efektif daripada "tangan." Misalnya bagi orang yang bermaksiat namun ia khilaf, mudah diingatkan dan tersentuh hatinya, atau ia orang yang sangat lemah yang cukup diingatkan dengan kata-kata.

Seorang Muslim bisa mengubah kemungkaran dengan lisannya, misalnya dengan menjelaskan bahaya dan akibat kemungkaran. Ia juga bisa menyampaikan agar hati dan akal terbuka, menyadari kesalahan dari kemungkaran tersebut lalu meninggalkannya.

Inilah tugas yang diemban para Rasul, para Nabi dan para dai. Apalagi umat Islam telah memiliki Al-Qur'an dan Sunnah yang merupakan petunjuk hidup dan sumber dakwah. Maka dengan lisan yang tidak bisa dibungkam siapapun, seorang Muslim memiliki kemampuan untuk mengubah kemungkaran.

Dalam kondisi tertentu mungkin seorang Muslim dipenjara, mulutnya dibungkam, pena dipatahkan, dan dai ditangkapi. Dalam kondisi seperti itu lawanlah kemungkaran dengan hati, dengan sikap pasif dan membenci. Sikap pasif berarti tidak mendukung kemungkaran, tidak terlibat, tidak menyetujui.

Jika kaum Muslimin membenci kemungkaran dan memboikotnya, maka itu juga berarti dakwah karena jumlah umat Islam yang besar mampu membuat kemungkaran itu menjadi terpinggirkan dan tersudutkan. [Disarikan dari Fiqih Dakwah Ilallah karya Prof. Dr. Taufiq Yusuf Al-Wa'iy]

sumber : www.bersamadakwah.com

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Gallery